DEPOK - Lokasinya yang begitu dekat
dengan Ibu Kota Jakarta, membuat Kota Depok menjadi incaran bagi orang atau
politisi yang ingin menjadi orang nomor satu di sana. Meski Pemilukada baru
digelar tahun depan, tetapi sederetan nama hingga baliho para balon sudah
muncul.
Dari Partai Golkar, sebut saja Babay
Suhaemi. Sementara, dari Partai Amanat Nasional (PAN) ada Hasbullah Rahmat.
Partai Gerindra memberi sinyal menjagokan Pradi Supriatna dan Nuroji. Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) bisa mengajukan calon tanpa berkoalisi.
Sementara, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) punya tujuh balon.
Tak hanya lewat jalur parpol, ada
juga nama Ketua Front Pembela Islam (FPI) Depok Habib Idrus Algadhri, Ibrahim
Kadir Tuasamu dengan bendera Kosgoro, hingga suami artis Arumi Bachsin yakni
Emil Dardak disebut sebut akan maju dari jalur independen.
Menurut Ketua DPD PKS Suparyono,
diprediksi akan ada empat pasang calon yang bertarung dalam Pemilukada Depok,
tahun depan. "PDIP bisa sendiri, Gerindra punya tiket sendiri, PAN dengan
Golkar, mungkin PKS-PPP. Belum lagi Demokrat belum tahu ke mana," katanya
di Margonda, Depok, Sabtu (23/8/2014).
Suparyono menyambut baik para balon
independen yang akan maju. Artinya, masyarakat disuguhkan beragam calon
alternatif. "Kami tentu senang banyak calon, variatif. Indikasi kesadaran
masyarakat paling tinggi. Untuk balon PKS pun saya minta semua DPC
memfasilitasi. Pertama, semuanya punya hak calonkan diri. Habib FPI misalnya
mau tampil saya senang, Pak Idris Wakil Wali Kota sangat wajar juga kalau mau
tampil," jelasnya.
Soal anggapan bahwa PKS tak
memperbolehkan pemimpin wanita sehingga langkah istri Wali Kota Depok Nur
Mahmudi Ismail yakni Nur Azizah Tamhid untuk maju bakal terganjal, Suparyono
membantah.
"Pemimpin wanita tak boleh itu
di tingkat presiden, kalau di tingkat kota kabupaten boleh dan memang belum ada
selama ini. Kalau sampai terpilih, berarti Bu Nur Azizah yang pertama. Dibilang
tes pasar pun kami di PKS tak ada istilah, setiap kader boleh memilih dan
dipilih. Pak Nur Mahmudi pun bukan kader, beliau PNS, peneliti, istrinya kan
swasta," jelasnya.
Memilih 7 balon PKS, kata Suparyono,
berdasarkan interaksi yang tak sebentar. Dua nama kuat yakni Nur Azizah dan
Idris Abdul Shomad pun memiliki dua gaya yang berbeda. Jika diukur dari
blusukan yang dilakukan, keduanya punya modal yang sama.
"Ibu Nur Azizah punya basis
kuat PKK perempuan selama 10 tahun. Kalau Pak Idris ke pemilih pria. Karena itu
kami akan lakukan survei internal untuk mengukur popularitas. Namun bisa jadi
situasi politik berubah, maka ketujuh nama ini enggak ada yang dipakai seperti
saat Bang Sani di Pemilukada Jakarta, akhirnya HNW, kita lihat nanti."